“Cara Meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah Bagi Pemerintah Daerah”
Makalah
Oleh:
Kelompok 10
Anggota:
Adnan Khaliq S.
(1511522016)
Nazhifa Najla Ardian
(1511522017)
Fauzan Pramulia
(1511522019)
Ferina Dwi Fitri
(1511522020)
JURUSAN
SISTEM INFORMASI
FAKULTAS
TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS
ANDALAS
PADANG, 2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Meskipun
pelaksanaan otonomi daerah sudah dilaksanakan sejak 1 Januari 2001, namun
hingga tahun 2009 baru sedikit pemerintah daerah yang mengalami peningkatan
kemandirian keuangan daerah secara signifikan. Memang berdasarkan data yang
dikeluarkan Departemen Keuangan, secara umum penerimaan PAD pada era otonomi
daerah mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan dengan era
sebelumnya.
Salah
satu problema yang dihadapi oleh sebagian Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia
dewasa ini adalah berkisar pada upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Problema ini muncul karena adanya kecenderungan berpikir dari sebagian kalangan
birokrat di Daerah yang menganggap bahwa parameter utama yang menentukan
kemandirian suatu Daerah di era Otonomi adalah terletak pada besarnya
Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Realitas
mengenai rendahnya PAD di sejumlah Daerah pada masa lalu, akhirnya
mengkondisikan Daerah untuk tidak berdaya dan selalu bergantung pada bantuan
pembiayaan atau subsidi dana dari Pemerintah Pusat. Rendahnya konstribusi
pendapatan asli Daerah terhadap pembiayaan Daerah, karena Daerah hanya
diberikan kewenangan mobilisasi sumber dana Pajak dan retribusi yang mampu
memenuhi hanya sekitar 20%-30% dari total penerimaan untuk membiayai kebutuhan
rutin dan pembangunan, sementara 70%-80% didrop dari pusat .
1.2. TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.
Sebagai
tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
2.
Menambahkan
pengetahuan tentang cara meningkatkan PAD bagi PEMDA
3.
Mempelajari
mengenai bagaimana cara meningkatkan PAD bagi PEMDA
1.3. RUMUSAN MASALAH
Dalam penulisan makalah ini penulis merumuskan beberapa masalah
yaitu :
- Apa itu Pendapatan Asli Daerah (PAD)?
- Bagaimana Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang ada selama ini?
- Apa saja sumber sumber PAD?
- Bagaimana cara meningkatkan PAD bagi PEMDA?
- Apa saja hambatan dalam meningkatkan PAD bagi pemerintah daerah?
1.4. METODE PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini penulis berkeyakinan untuk menulis
makalah berdasarkan informasi yang di dapat dari media elektronik buku maupun
internet. Penulis menggunakan metode observasi dengan cara mengamati berita –
berita di media elektonik mengenai masalah peningkatan PAD.
<script async src="//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
<ins class="adsbygoogle"
style="display:block"
data-ad-format="fluid"
data-ad-layout-key="-8d+1p-dt+dz+is"
data-ad-client="ca-pub-8086909079894115"
data-ad-slot="5355616077"></ins>
<script>
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
</script>
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan asli daerah adalah
penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil
perusahaan milik daerah, hasil pengeloalaan kekayaan daerah yang dipisahkan,
dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
merupakan salah satu komponen sumber pendapatan daerah sebagaimana yang telah
diatur dalam pasal 79 undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan
daerah, berdasarkan pasal 79 UU 22/1999 disimpulkan bahwa sesuatu yang
diperoleh pemerintah daerah yang dapat diukur dengan uang karena kewenangan
(otoritas) yang diberikan masyarakat dapat berupa hasil pajak daerah dan
retribusi daerah.
Pengertian pendapatan
asli daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pusat dan Daerah Pasal 1 angka 18 bahwa “Pendapatan asli daerah, selanjutnya
disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan
peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
Menurut Warsito (2001:128) Pendapatan
Asli Daerah “Pendapatan asli daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan
dipungut sendiri oleh pemerintah daerah. Sumber PAD terdiri dari: pajak daerah,
restribusi daerah, laba dari badan usaha milik daerah (BUMD), dan pendapatan
asli daerah lainnya yang sah”.
2.2. Sumber – sumber Pendapatan Asli Daerah
Sumber
– sumber pendapatan Asli daerah adalah Pajak Daerah, Retribusi, Laba perusahaan
daerah, dan pendapatan lain-lain yang sah. Di antara keempat sumber tersebut
pajak daerah dan retribusi daerah merupakan sumber andalan PAD.
1) Pajak
daerah
Pajak
daerah adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk
membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk investasi publik.
Pajak daerah adalah pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan sebagai
badan hukum publik dalam rangka membiayai rumah tangganya. Dengan kata lain
pajak daerah adalah : pajak yang wewenang pungutannya ada pada daerah.
Halim
dalam Edison (2009:34) menyatakan Pajak Daerah merupakan Pendapatan Daerah
yang berasal dari pajak. Lebih lanjut Simanjuntak dalam Edison
(2009:34) menyatakan bahwa Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dipungut
oleh daerah-daerah seperti propinsi, kabupaten maupun kotamadya
berdasarkan peraturan daerah masing-masing dan hasil pemungutannya
digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerahnya masing-masing. Kesit
dalam Edison (2009:34) menyatakan bahwa Pajak Daerah merupakan iuran wajib
yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan tanpa imbalan langsung
yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan undang-undang
yangberlaku, yang hasilnya digunakan untuk membiayai penyelenggaraanpemerintah
daerah dan pembangunan daerah. Wewenang mengenakan pajak atas penduduk
untuk membiayai layanan masyarakat merupakan unsur penting dalam
pemerintahan daerah. Diungkapkan oleh Devas et.al dalam Edison, (2009:35)
bahwa sistem perpajakan yang dipakai sekarang ini banyak mengandung
kelemahan, dan tampaknya bagian terbesar dari pajak daerah lebih banyak
menimbulkan beban daripada menghasilkan penerimaan bagi masyarakat. Untuk
itu pemerintah perlu melakukan perubahan sistem pajak daerah
merupakan langkah logis untuk langkah berikutnya.
2) Retribusi
Pemungutan
retribusi dibayar langsung oleh mereka yang menikmati suatu pelayanan, dan
biasanya dimaksudkan untuk menutup seluruh atau sebagai dari biaya
pelayanannya. Besarnya retribusi seharusnya (lebih kurang) sama dengan nilai
layanan yang diberikan. Menurut Sumitro dalam Edison (2009:36) Retribusi ialah
pembayaran pada negara yang dilakukan oleh mereka yang menggunakan jasa-jasa.
Lebih lanjut Syamsi dalam Edison (2009:37) mengatakan bahwa:
Retribusi adalah iuran masyarakat tertentu (individu yang bersangkutan) yang
ditetapkan berdasarkan peraturan pemerintah yang prestasinya ditunjuk secara
langsung, dan pelaksanaannya dapat dipaksakan. Dengan kata lain yang lebih
sederhana, retribusi adalah pungutan yang dibebankan kepada seseorang karena
menikmati jasa secara langsung. Davey dalam Edison (2009:37) mengatakan bahwa
Retribusi merupakan sumber penerimaan yang sudah umum bagi semua bentuk
Pemerintahan Regional, restribusi tersebut mungkin juga merupakan sumber utama
dari pendapatan badan-badan pembangunan daerah. Sedangkan Redjo dalam Edison
(2009:37) berpendapat bahwa retribusi ialah suatu pembayaran dari rakyat kepada
pemerintah dimana kita dapat melihat adanya hubungan antara balas jasa yang
diterima langsung dengan adanya pembayaran retribusi tersebut, misalnya uang
langganan air minum, uang langganan listrik dan lain-lain. Koswara (2009:37)
menjelaskan bahwa retribusi daerah adalah imbalan atas pemakaian atau manfaat
yang diperoleh secara langsung seseorang atau badan atau jasa layanan,
pekerjaan, pemakaian barang, atau izin yang diberikan oleh pemerintah daerah.
3) Laba
perusahaan daerah
Dalam
usaha menggali sumber pendapatan daerah dapat dilakukan dengan berbagai cara,
selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Salah satu sumber pendapatan asli daerah yang sangat penting dan perlu mendapat
perhatian khusus adalah perusahaan daerah. Menurut Wayang dalam dewi (2004:4)
mengenai perusahaan daerah sebagai berikut: Perusahaan Daerah adalah kesatuan
produksi yang bersifat: Memberi jasa, Menyelenggarakan pemanfaatan umum,
Memupuk pendapatan. Tujuan perusahaan daerah untuk turut serta melaksanakan
pembangunan daerah khususnya dan pembangunan kebutuhan rakyat dengan
menggutamakan industrialisasi dan ketentraman serta ketenangan kerja menuju
masyarakat yang adil dan makmur. Perusahaan daerah bergerak dalam lapangan yang
sesuai dengan urusan rumah tangganya menurut perundang-undangan yang mengatur
pokok-pokok pemerintahan daerah. Cabang-cabang produksi yang penting bagi
daerah dan mengusai hajat hidup orang banyak di daerah, yang modal untuk
seluruhnya merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan.
4) Pendapatan
lain-lain yang sah
Jenis
lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah sesuai UU No. 33 Tahun 2004
disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam
jenis Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah
yang Dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang antara lain: hasil
penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan secara tunai atau
angsuran/cicilan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti
kerugian daerah, penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagaimana
akibat dari penjualan atau pengadaan barang dan jasa oleh daerah, penerimaan
keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
2.3. Cara Meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah Bagi PEMDA
a. Intensifikasi
dan Ekstensifikasi PAD
Dalam
lima tahun mendatang, kemampuan keuangan Daerah Kabupaten/Kota di seluruh
Indonesia akan ditingkatkan dengan mengandalkan pada Kebijakan intensifikasi
dan ekstensifikasi pemungutan retribusi dan Pajak Daerah. Namun demikian,
kekuatan pembaharuan yang diajukan sebagai strategi barunya adalah
pada aksentuasi manajemen pengelolaan dan audit kinerjanya.
b. Pengembangan
Kerjasama dalam Menggali PAD
Dalam rangka
mempertahankan dan meningkatkan kemampuan pembiayaan penyelenggaraan
Pemerintahan dan pembangunan di Daerah, akan dikembangkan strategi baru yang
tidak semata berorientasi pada intensifikasi maupun ekstensifikasi retribusi
dan Pajak Daerah.
c. Pembentukan
Perseroan Daerah
Strategi
ketiga pengembangan kemampuan keuangan Daerah ialah dilakukan dengan
memformulasikan regulasi-regulasi ekonomi baru terutama mengarah pada
pembentukan berbagai perseroan Daerah serta merevitalisasi badan usaha Daerah
yang sudah ada.
d. Penerbitan Obligasi
dan Pinjaman Daerah
Disamping
strategi konvensional pemungutan retribusi dan Pajak Daerah, kemampuan keuangan
Daerah akan dikembangkan melalui bursa obligasi Daerah (Municipal Bond).
e. Kebijakan Umum
Anggaran
Kebijakan
umum penganggaran yang dicanangkan Pemerintah derah untuk lima tahun ke depan
ditujukan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas sistem penganggaran
Daerah sesuai dengan Amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara.
Strategi
yang lain untuk meningkatkan PAD dapat dilihat dari suatu kebijakan yang
dilakukan oleh pemerintah daerah, seperti yang ditulis oleh Norhayati dalam
blognya menjelaskan beberapa kebijakan yang dimaksud, diantaranya:
a. Kebijakan dari
Pemerintah Pusat
Dari
beberapa gambaran kondisi elemen pembentuk PAD di Indonesia seperti yang
diuraikan di atas, sekiranya harapan di era otonomi untuk mencapai kemandirin
daerah ternyata masih merupakan mimpi indah yang masih harus dibangun kembali
oleh bangsa Indonesia. Banyak realitas di lapangan yang menunjukkan bahwa
daerah seperti kebingungan di dalam menyikapi tuntutan otonomi. Filosofi dasar
otonomi untuk mendekatkan pelayanan kepada tingkat pemerintahan paling bawah
justru disikapi sebaliknya. Untuk beberapa daerah yang terbilang siap secara
sumber daya alam maupun sumber daya manusia, otonomi benar – benar menjadi
arena pembuktian bahwasanya mereka sanggup untuk mengelola daerahnya sendiri
dengan mengurangi campur tangan pusat. Ironisnya hampir di sebagian besar
daerah di Indonesia belum memiliki prasyarat kesiapan tersebut, sehingga
akhirnya mereka justru tenggelam di dalam euforia otonomi itu sendiri.
Banyak
kebijakan yang bersifat merugikan dan sangat prematur hanya demi mengejar
otonomi versi mereka. Karenanya peran pusat dirasa masih sangat diperlukan
dewasa ini. Hanya saja ada beberapa elaborasi dan penyesuaian di beberapa aspek
sehingga peran pemerintah itu nantinya juga tetap berada dikoridor hukum,
selaras dengan napas otonomi daerah. Peran tersebut antara lain berupa
penciptaan kondisi yang kondusif bagi perkembangan pajak dan retribusi dengan tetap
memperhatikan landasan hukum yang sudah disepakati bersama. Kebijakan yang
dapat diambil oleh pemerintah pusat dapat dibagi menjadi kebijakan dari sisi
penciptaan pajak baik ekstensifikasi maupun intensifikasi pajak dan retribusi
serta kebijakan dari sisi penggunaannya.
b. Kebijakan dari
sisi penciptaan
Penyerahan
beberapa pajak dan retribusi yang masih dipegang oleh Pusat kepada Daerah
dengan tetap mempertimbangkan faktor efisiensi ekonomi, mobilitas obyek pajak
serta fungsi stabilitasi dan distribusi pajak itu sendiri. Adapun pajak-pajak
tersebut antara lain: PBB dan BPHTB dapat dialihkan ke Daerah dimana Daerah
diberi wewenang untuk menetapkan dasar penggenaan pajak dan tarif sampai batas
tertentu meskipun adminstrasinya masih dilakukan oleh Pusat, dan Pajak
Penghasilan (PPh) orang pribadi yang sekarang dibagi hasilkan, dapat dialihkan
dalam bentuk piggy back dimana Daerah seyogyanya diberikan wewenang untuk
mengenakan opsen sampai batas tertentu di bawah wewenang penuh Pemerintah
Kab/Kota.
Memberikan
batas toleransi maksimum terhadap pembatalan penciptaan pajak dan retribusi
baru oleh Daerah selama kurun waktu tertentu. Misalnya jika selama 1 tahun
Daerah telah mencapai batas toleransi jumlah Perda yang dibatalkan maka Daerah
tersebut tidak dapat mengajukan permohonan Perda penciptaan pajak dan retribusi
baru. Ini juga terkait dengan usulan revisi UU No. 34 tahun 2000 butir yang
memberikan kesempatan Daerah untuk menciptakan jenis pajak dan retribusi baru.
Memperluas
basis penerimaan pajak melalui identifikasi pembayar pajak baru/potensial serta
meningkatkan efisiensi dan penekanan biaya pemungutan. Diharapkan biaya
pengenaan pajak jangan sampai melebihi dana yang dapat diserap dari pajak itu
sendiri.
c. Kebijakan dari
sisi pemberdayaan BUMD
Pemberdayaan
BUMD sebagai salah satu alternatif sumber pembiayaan daerah dapat ditempuh
melalui strategi:
1.
Reformasi
Misi BUMD :
2.
Restrukturisasi
BUMD
3.
Profitisasi
BUMD
4.
Privatisasi
BUMD
d. Kebijakan Dari Sisi
Penggunaan
1) Meningkatkan
mekanisme kontrol dari masyarakat dan LSM terhadap pelaksanaan pengelolaan
keuangan Daerah sebagai wujud nyata pelaksanaan asas transparansi dan
akuntabilitas fiskal.
2) Memberikan
arahan yang jelas tentang alokasi anggaran terhadap sumber - sumber penerimaan
baik PAD maupun transfer pusat.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Pendapatan
Asli Daerah adalah salah satu bentuk wujud nyata yang dilakukan oleh pemerintah
daerah untuk menunjukkan kemandirian suatu daerah.
2. Strategi
dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah dapat dilakukan dengan beberapa
kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah. Diantaranya:
a. Kebijakan
dari Pemerintah Pusat
b. Kebijakan
dari sisi penciptaan
c. Kebijakan
dari sisi pemberdayaan BUMD
d. Kebijakan
Dari Sisi Penggunaan
3. Agar
hambatan yang timbul dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah dapat
diminimalkan maka pemerintah daerah harus dapat mengoptimalkan pengawasan dari
berbagai sektor dalam komposisi PAD.
4. Semakin
tinggi Pendapatan Asli Daerah maka semakin tinggi tingkat pembangunan daerah.
<script async src="//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
<ins class="adsbygoogle"
style="display:block"
data-ad-format="fluid"
data-ad-layout-key="-8d+1p-dt+dz+is"
data-ad-client="ca-pub-8086909079894115"
data-ad-slot="5355616077"></ins>
<script>
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
</script>
DAFTAR PUSTAKA
terima kasih ini sangat membantu saya dalam mengerjakan tugas :)
BalasHapusterima kasih ini sangat membantu saya dalam mengerjakan tugas :)
BalasHapustrima kasih Sangat Membantu
BalasHapus